Biografi Abdoel Moeloek – Pahlawan Kemerdekaan di Tanah Lampung
Nama : | Dr . H. Abdoel Moeloek |
Tempat , tanggal lahir : | Padang Panjang , 10 Maret 1905 |
Wafat : | Bandar Lampung , 1973 |
Pendidikan : | Dokter Lulusan STOVIA/GH, Jakarta 1932 |
Istri : | Hj. Poeti Alam Naisjah |
Jumlah anak : | 5 Orang ( 3 Laki – laki , 2 Perempuan ) |
Riwayat Pekerjaan : |
|
Kota Krui dan Liwa di Lampung Barat adalah tempat pengabdian pertama Abdoel Moeloek di Lampung. Lima tahun ( 1940 – 1945 ) menjadi dokter disana, sentuhan tangannya identik dengan kesembuhan orang sakit. Kehadiran Abdoel Moeloek di Krui dan Liwa telah membuka kesadaran masyarakat mengenai dunia medis. Apapun jenis penyakitnya, masyarakat optimis sembuh apabila diobati dokter asal Sumatera Barat ini . Pasiennya bahkan meluas hingga daerah Muara Dua, Sumatera Selatan.
Namanya kini di abadikan menjadi nama rumah sakit milik negara di Bandar Lampung yaitu Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) dr. Haji Abdul Moeloek. Beliau adalah direktur kelima Rumah Sakit Tanjungkarang ( sebelum diubah menjadi RSUD dr. Haji Abdoel Moeloek ), dan paling lama memegang jabatan sebagai direktur yaitu selama 12 tahun, dari 1945 hingga 1957.
Karier Abdoel Moeloek di dunia medis diawali setelah beliau lulus dari sekolah dokter Stovia/GH, Jakarta ( 1932 ). Pada tahun 1935, ayah mantan Menteri Kesehatan Farid Anfasa Moeloek ini diangkat sebagai kepala RS Bangkiang. Dua tahun kemudian yaitu pada tahun 1937, dokter kelahiran Padang Panjang, 10 Maret 1905 ini ditempatkan lagi di RS Kariadi Semarang.
Pada zaman perang kemerdekaan ( 1940 – 1945 ) beliau ditugaskan menjadi dokter untuk wilayah Lampung ( Krui dan Liwa ) dan Sumatera Selatan (Muara Dua). Abdoel Moeloekpun sempat diangkat sebagai ” Bupati Perang ” di Liwa dengan pangkat mayor tituler. ” Gubernur Perang “-nya adalah dr. Abdul Gani yang saat itu menjabat sebagai gubernur Sumatera Selatan.
Abdoel Moeloek dikenal sangat disiplin, pekerja keras, tegas, jujur, dan juga dekat pada masyarakat. Pada saat militer Jepang merekrut banyak warga untuk dijadikan romusa ( pekerja paksa yang tak dibayar ) di Palembang, misalnya, beliau memiliki trik khusus. Ketika itu, banyak romusa yang tidak pulang lagi karena meninggal dunia akibat sakit atau kurang makan.
Setelah lima tahun bertugas di pesisir barat Lampung – Sumsel, Abdoel Moeloek kemudian ditempatkan di RS Tanjungkarang ( 1945 ). Satu – satunya dokter ketika itu, beliau menjabat Kepala RS Tanjungkarang dan RS Tentara Tanjungkarang, setelah kedua rumah sakit tersebut diambil alih dari tangan Jepang.
Peranan Abdoel Moeloek menjadi penting dan sangat strategis ketika perang kemerdekaan ( 1945 – 1950 ). Beliau menyuplai obat – obatan kepada para gerilyawan Lampung. Beliau juga terjun langsung dalam menangani korban perang.
Meskipun demikian, beliau tetap menjaga dedikasi serta profesionalitasnya sebagai dokter. Suatu hari, terjadi pertempuran antara tentara gerilya dan Belanda. Dengan pita palang merah di lengan, beliau mengobati korban – korban. Bukan hanya pejuang Republik, melainkan juga tentara Belanda.
Untuk merawat korban perang yang terus berdatangan, Abdoel Moeloek dan paramedis RS Tanjungkarang bekerja siang dan malam. Beliau amanatkan pada seluruh tenaga medis supaya mengobati siapa saja yang di bawa ke rumah sakit. Tidak membeda – bedakan prajurit Indonesia atau Belanda.
Abdoel Moeloek sangat suka membaca dan belajar. Di kediamannya dahulu ( depan RSUD dr. Abdoel Moeloek Bandar Lampung ) beliau mendesain sebuah ruangan dengan ukuran 3 x 4 meter untuk ruang perpustakaan. Apabila tidak sedang bekerja, beliau menghabiskan waktunya di situ.
Dalam mendidik kelima putra-putrinya, metode yang dilakukan oleh Abdoel Moeloek patut diteladani. Beliau mendidik mereka dengan perbuatan ( disiplin, sikap jujur, dan juga tanggung jawab ), bukan dengan perkataan.
Sebelum ajal menjemputnya tahun pada 1973, Abdoel Moeloek berpesan pada istri dan anak – anaknya bahwa Jasadnya tidak dimakamkan di Makam Pahlawan. Beliau beralasan supaya pusaranya dekat masyarakat dan bisa dikunjungi kapan dan oleh siapa saja. Sedangkan apabila dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, keluarga dan kerabat hanya berziarah pada saat – saat tertentu saja atau hari besar nasional. Atas wasiat itu, sanak – keluarga kemudian memakamkan jasadnya di Taman Permakaman Umum ( TPU ) Lungsir di Telukbetung Utara.
Karier dan juga pengabdian Abdoel Moeloek diwarisi oleh dua anaknya yaitu Farid Anfasa Moeloek dan Herwin Moeloek. Keduanya merupakan guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Baca Juga :