Biografi Cut Nyak Meutia – Pahlawan Wanita Dari Aceh
Cut Nyak Meutia – Cut ut Nyak Meutia dikenal sebagai salah satu pahlawan wanita Indonesia yang berasal dari Aceh. Beliau i dikenal karena perjuanganya bersama dengan suaminya untuk melawan penjajah Belanda. Cut Meutia ada;ah salah satu tokoh dalam sejarah perjuangan perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda. Cut Meutia di anugerahi gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Indonesia pada tahun 1964 atas jasa – jasanya dalam melawan penjajah Belanda.
Biografi Cut Nyak Meutia
Cut Nyak Meutia lahir di derah Pirak , Aceh Utara , pada tahun 1870 , Ayah beliau bernama Teuku Ben Daud Pirak yang merupakan seorang seorang ulubalang atau pemimpin pemerintahan daerah Pirak dan ibunya bernama Cut Jah.
Latar Belakang Keluarga Cut Meutia
Cut Meutia adalah anak perempuan satu – satunya dikeluarga tersebut. Beliau memiliki empat orang saudara laki – laki yaitu Teuku Cut Beurahim, Teuku Muhammadsyah, Teuku Cut Hasan dan Teuku Muhammad Ali. Ayah beliau yaitu Teuku Ben Daud Pirak dikenal sebagai seorang pemimpin pemerintahan yang bijaksana dan tegas di daerah Pirak. Ayahnya juga dikenal sebagai seorang ulama di daerah tersebut. Daerah Pirak sendiri adalah suatu daerah yang mempunyai sistem pemerintahan tersendiri.
Menjelang dewasa, Cut Meutia menikah dengan seorang pemuda yang bernama Teuku Syamsarif yang dikenal dengan sebutan Teuku Chik Bintara. Akan tetapi, pernikahan mereka tidak berlangsung lama karena watak suaminya yang dianggap lemah dan selalu ingin bekerja sama dengan Belanda pada saat itu.
Cut Meutia lalu menikah lagi dengan Teuku Chik Muhammad yang dikenal sebagai Teuku Chik Tunong. Suaminya tersebut merupakan saudara dari Teuku Syamsarif, yang merupakan suaminya terdahulu. Persamaan visi Cut Muetia dengan Teuku Cik Tunong yang sama – sama menentang penjajahan Belanda di bumi Aceh membuat Cut Meutia dan suaminya hijrah ke gunung lalu melakukan perlawanan dengan Belanda dengan taktik gerilya.
Awal Perlawanan Cut Meutia Terhadap Belanda
Diketahui bahwa awalnya perlawanan Cut Meutia dalam melawan Belanda dimulai pada tahun 1901. Saat itu Sultan Aceh yaitu Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah melakukan perlawanan sampai ke pedalaman Aceh. Membantu perjuangan Sultan Aceh tersebut , Perang sengit terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh suami Cut Meutia yaitu Teuku Chik Muhammad melawan Belanda yang terjadi dari Juni sampai Agustus 1902.
Akan tetapi di bulan Januari 1903, tersiar berita bahwa Sultan Aceh dan para panglimanya termasuk panglima Polim Muhammad Daud dan juga para petinggi kerajaan lain menyerah atau turun gunung. Meskipun kabar ini pada awalnya diragukan oleh suami Cut Meutia akan tetapi ternyata kabar tersebut memang benar adanya.
Menurut buku catatan “ Gedenkboek van het Korps Marechaussee van Atjeh en Onderhoorigheden “ pada tahun 1890 – 1940 disebutkan bahwa Teuku Chik Muhammad turun gunung serta melapor di Lhokseumawe pada bulan Oktober tahun 1903.
Teuku Tunong dan Cut Meutia lalu tinggal di wilayah Keureutoe akan tetapi pindah ke wilayah Panton Labu. Akan tetapi karena insiden yang terjadi di daerah Meunasah Meurandeh Paya membuat suami Cut Meutia, yakni Teuku Tunong berhasil ditangkap oleh Belanda karena diduga telah terlibat dalam pembunuhan pasukan Belanda. Suaminya tersebut lalu dieksekusi dengan cara ditembak mati di tepi pantai Lhokseumawe.
Dari pernikahannya dengan Teuku Cik Tunong, Cut Meutia mempunyai seorang anak yang bernama teuku Raja Sabi. Namun sebelum suaminya meninggal, Teuku Cik Tunong berwasiat kepada Pang Nangroe agar menikahi istrinya dan juga menjaga anaknya.
Perjuangan Cut Meutia dan Pang Nangroe Melawan Belanda
Cut Nyak Meutia diketahui kemudian menikah lagi dengan Pang Nangroe sesuai dengan wasiat dari suaminya terdahulu sebelum suaminya tersebut meninggal. Setelah menikah, perjuangan melawan Belandapun kembali dimulai dengan basis perlawanan berada di daerah Buket Bruek Ja. Perlawanan Cut Nyak Meutia dilakukan dengan strategi yang telah diatur oleh Pang Nangroe dengan taktik gerilya yaitu di hutan – hutan dan selanjutnya menyerang pos – pos penjagaan pasukan Belanda.
Taktik Perang Gerilya
Pada tahun 1907, Pasukan Pang Nangroe bersama dengan Cut Meutia menyerang pos dari pasukan Belanda yang mengaawal para pekerja kereta api. Penyerangan tersebut membuat beberapa serdadu Belanda tewas dan yang lainnya mengalami luka – luka. Di bulan Juni tahun 1907, Pasukan pang Nangroe selanjutnya menyerang pos Belanda di daerah Keude Bawang yang mengakibatkan seorang serdadu Belanda tewas serta yang lainnya terluka. Dan juga sabotase jalur logistik serta kereta api membuat, taktik perang gerilya yang dilakukan oleh Pang Nangroe bersama Cut Meutia tersebut berhasil membuat Belanda kesulitan dalam mengatasinya.
Belanda sempat mengetahui basis pertahanan dari Pang Nangroe dan Cut Meutia pada bulan Agustus 1910, akan tetapi sebelum dilakukan pengepungan oleh Belanda, Pasukan Pang nagroe bersama dengan Cut Meutia telah berpindah tempat terlebih dahulu.
Perjuangan Cut Nyak Meutia bersama dengan suaminya tersebut terus berlanjut dengan melakukan Penyerangan ke pos – pos Belanda guna melemahkan kekuatan Belanda. Namun pada bulan September 1910, Pang Nangroe gugur setelah ia terkena tembakan dari Belanda di wilayah Paya Cicem lalu dimakamkan di samping masjid Lhoksukon.
Keteladanan dari seorang Cut Nyak Meutia bisa dilihat dari perannya yang mengambil alih kepemimpinan pasukan serta melanjutkan perlawanan nya terhadap Belanda sepeninggal suaminya. Untuk itu basis pertahanan kemudian lalu pindah ke Gayo dan Alas serta bergabung dengan pasukan lain yang dipimpin oleh Teuku Seupot Mata.
Cut Meutia Wafat
Pada bulan Oktober 1910, Pasukan Belanda semakin mengintensif kan pengejaran terhadap pasukan Cut Meutia. Merasa bahwa posisinya semakin terjepit dan terancam membuat Cut Meutia memindahkan pasukannya dari gunung ke gunung untuk menghindari pengepungan yang dilakukan oleh Belanda.
Akan tetapi pada tanggal 24 Oktober 1910 di daerah Alue Kurieng, antara pasukan Belanda terjadi pertempuran sengit terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh Cut Meutia serta pasukan Belanda. Dalam pertempuran tersebut Cut Meutia akhirnya gugur. Sebelum wafat, Cut Meutia menitipkan anak nya kepada teuku Syech Buwah untuk dijaga.
Berkat jasa – jasanya, Cut Meutia dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Indonesia oleh pemerintah Indonesia melalui SK Presiden Nomor 107 / 1964 pada tahun 1964. Pemerintah Indonesia juga mengabadikan nya dalam pecahan uang mata uang seribu rupiah pada tahun 2016.
Baca Juga :
- Biografi Jeff Bezos – Kisah Sukses Sang Pendiri Amazon.com
- Biografi Bill Gates – Pendiri Microsoft Yang Menjadi Orang Terkaya