Biografi Jendral A.H Nasution
Biodata Jendral Abdul Haris Nasution
Nama : | Abdul Haris Nasution |
Tempat, tanggal lahir : | Kotanopan , Tapanuli Selatan , Sumatera Utara , 3 Desember 1918 |
Wafat : | Jakarta , 6 September 2000 |
Agama : | Islam |
Istri : | Ny Johanna Sunarti |
Pangkat : | Jenderal Bintang Lima |
Pendidikan : |
|
Karir : |
|
Biografi Jendral Abdul Haris Nasution
Jenderal Abdul Haris Nasution , di lahirkan pada 3 Desember 1918 di Kotanopan Tapanuli Selatan, Sumatera Utara . Pria Tapanuli ini lebih menjadi seorang jenderal idealis yang taat beribadah. Beliau tidak pernah tergiur untuk terjun ke dunia bisnis yang dapat memberikan beliau kekayaan materi.
Jenderal Nasution bertahun-tahun dikucilkan dan di anggap sebagai musuh politik pemerintah Orde Baru. Padahal Jenderal Nasution sendiri menjadi tonggak lahirnya Orba. Beliau sendiri hampir menjadi korban dari pasukan pemberontak yang di pimpin oleh kolonel Latief. Beliau juga yang memimpin sidang istimewa MPRS yang memberhentikan Soekarno dari jabatan presiden pada tahun 1967.
Di usia tuanya , beliau dua kali meneteskan air mata. Pertama ketika beliau melepas jenazah tujuh Pahlawan Revolusi awal oktober 1965 . Kedua adalah saat , ketika menerima pengurus pimpinan KNIP yang datang ke rumah beliau berkaitan dengan penulisan buku, Bunga Rampai TNI , Antara Hujatan dan Harapan.
Sebagai penggagas Dwi Fungsi ABRI , Jenderal Nasution ikut merasa bersalah, konsep beliau di hujat karena peran ganda militer selama Orde Baru yang sangat represif dan eksesif, Peran tentara menyimpang dari konsep dasar,lebih menjadi pembela penguasa ketimbang rakyat.
Jendral Nasution merupakan salah seorang penandatanganan Petisi 50, musuh nomor satu penguasa Orde Baru. Akan tetapi sebagai penebus dosa , Presiden Soeharto , selain untuk dirinya sendiri , memberi gelaar Jenderal Besar kepada A.H. Nasution menjelang akhir hayat beliau. Meski beliau pernah di musuhi penguasa Orde Baru ,Namun Jenderal Nasution tidak menyangkal peran Pak Soeharto memimpin pasukan Wehrkreise melancarkan Serangan Umum Ke Yogyakarta pada 1 Maret 1949.
Profil Jenderal A.H Nasution
Jenderal Nasution dibesarkan dibesarkan dalam keluarga tani yang taat beribadah. Ayahnya adalah seorang anggota pergerakan Sarekat Islam di Kotanopan, Tapanuli Selatan . Jenderal Nasution Gemar membaca cerita sejarah.
Selepas AMS – B ( SMA Paspal ) 1938, Jenderal Nasution sempat menjadi seorang guru di Bengkulu dan juga Palembang . akan tetapi kemudian beliau tertarik untuk ikut masuk Akademi Militer, terhenti karena invasi Jepang , pada tahun 1942 .
Jendral Nasution muda jatuh cinta pada Johanna Sunarti , Putri kedua R.P. Gondokusumo seorang aktivis Partai Indonesia Raya ( Parindra ) . sejak muda Jendral Nasution gemar bermain bulu tenis. Pasangan tersebut berkenalan dan jatuh cinta di lapangan tenis ( Bandung ) , pasangan ini di karuniai dua orang putri namun seorang terbunuh.
Jendral Nasution merupakan pengagum Bung Karno di masa mudanya, setelah beliau masuk dalam jajaran TNI , Jendral Nasution acap kali akur dan tidak akur dengan presiden pertama Republik Indonesia tersebut. Jenderal Nasution menganggap jika Bung Karno ikut campur tangan serta memihak ketika terjadi pergolakan di internal Angkatan Darat pada tahun 1952. Ia berada di balik peristiwa 17 Oktober , yang menuntut pembubaran DPRS dan pembentukkan DPR baru . Bung Karno memberhentikannya sebagai KASD.
Setelah Bung Karno akur kembali dengan Jendral Nasution , Bung Karno mengangkatnya kembali sebagai KSAD pada tahun 1955. Beliau di angkat setelah meletusnya pemberontakan PRRI/Persemesta . Jenderal Nasution di percaya oleh Bung Karno sebagai co – formatur pembentukan Kabinet Karya dan Kabinet Kerja . keduanya tidak akur kembali usai pembebasan Irian Barat lantaran sikap politik Bung Karno yang memberi angin kepada PKI.
Jenderal A.H Nasutioan Sang Peletak Dasar Perang Gerilya
Mengenai melawan Kolonialisme Belanda, tentang berbagai gagasan dan juga konsep perang gerilya , Jendral Nasution menulis sebuah buku yang fenomenal , Strategy of Guerrilla Warfare. Buku tersebut telah di terjemahkan dalam berbagai bahasa asing, menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah Negara, termasuk sekolah elite bagi militer dunia , West Point Amerika Serikat.
Jenderal Nasution pernah mengelak sebagai konseptor Dwi Fungsi ABRI yang dikutuk pada Era Reformasi , permasalahannya , praktik Dwi Fungsi ABRI menyimpang jauh dari konsep dasar.
Jenderal Besar Nasution menghembuskan nafas terakhirnya di RS Gatot Subroto , pada 6 September 2000 pukul 07.30 , pada bulan yang sama beliau masuk daftar PKI untuk di bunuh . Beliau nyaris tewas bersama mendiang putrinya Ade Irma , pada saat pemberontakan G-30-S/PKI meletus kembali pada tahun 1965 . Di tahun 1948 beliau memimpin pasukan Siliwangi yang menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
Setelah selesai memimpin MPRS pada tahun 1972 , Jenderal Nasution yang pernah selama 13 tahun duduk di posisi kunci TNI ini , tersisih dari panggung kekuasaan . beliau lalu menyibukkan diri dengan menulis memoar sampai pada pertengahan tahun 1986 , lima dari tujuh jilid memoar perjuangan Jenderal Nasution telah beredar . Kelima Memoarnya , Kenangan Masa Muda, Kenangan Masa Gerilya , Memenuhi Panggilan Tugas , Masa Pancaroba, dan Masa Orla. Dua lagi Memoarnya , Masa Kebangkitan Orba dan Masa Purnawirawan , sedang dalam persiapan. Masih ada juga beberapa bukunya yang terbit sebelumnya , seperti Pokok-pokok Gerilya , TNI ( Dua Jilid ), dan Sekitar Perang Kemerdekaan ( 11 Jilid ).
Baca Juga :
- Biografi Ria Ricis – Ratu Youtuber Dan Selegram Indonesia
- Biografi Jenderal Ahmad Yani – Sang Pahlawan Revolusi