Biografi Nyai Ahmad Dahlan
Nama Lengkap : | Nyai Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan |
Tempat Lahir : | Yogyakarta |
Lahir : | 1872 |
Wafat : | 31 Mei 1946 |
Agama : | Islam |
Warga Negara : | Indonesia |
Gelar : | Pahlawan Nasional |
Sumai : | K.H. Ahmad Dachlan |
Siti Walidah atau yang lebih dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan lahir dari keluarga pemuka Agama Islam dan Penghulu resmi Keraton, Kyai Haji Fadhil. Sejak kecil Siti Walidah sudah memperoleh pendidikan agama yang baik karena orang tuanya juga merupakan seoarang pejabat agama di Keraton Yogyakarta. Karena alasan adat yang ketat, setiap anak perempuan dalam lingkungan Keraton Yogyakarta harus tinggal ( dipingit ) di rumah sampai datang saatnya untuk menikah. Akibatnya, Siti Walidah tidak pernah mengenyam pendidikan umum kecuali pendidikan agama yang di dapat dari ayahnya.
Siti Walidah selanjutnya menikah dengan sepupunya yang baru pulang dari Tanah Suci, Kiyai Haji Ahmad Dahlan. Setelah pernikahan itu, Siti Walidah di kenal dengan nama Nyi Ahmad Dahlan. Buah pernikahannya dengan K.H. Ahmad Dahlan adalah mereka dikaruniai enam orang anak.
Sebagai suami dari seorang pemuka agama yang memiliki pemikiran – pemikiran revolusioner, Siti Walidah dan suaminya sering mendapat kecaman dan tentangan karena pembaharuan yang dilakukanya. Akan tetapi , Siti Walidah tetap mendukung suaminya tersebut dalam berdakwah dan menyebarluaskan pemikiran – pemikirannya.
Meskipun tidak pernah mengenyam pendidikan umum, namun Nyai Ahmad Dahlan memiliki pandangan yang luas. Hal tersebut disebabkan karena kedekatannya dengan tokoh – tokoh Muhammadiyah dan tokoh pemimpin bangsa lainnya yang juga merupakan teman seperjuangan suaminya.
Keterlibatan Nyai Ahmad Dahlan dalam Organisasi Muhammadiyah dimulai ketika beliau ikut merintis kelompok pengajian wanita Sopo Tresno ( Siapa Cinta ) pada tahun 1914. Kegiatan yang dirintis dalam pengajian tersebut adalah pengkajian agama yang di sampaikan secara bergantian oleh pasangan suami istri tersebut.
Setelah kelompok pengajian tersebut berjalan lancar dan anggotanya terus menerus bertambah, Nyai Ahmad Dahlan kemudian berpikir untuk mengembangkan Sopo Tresno menjadi sebuah organisasi kewanitaan yang berbasis Agama Islam yang mapan. Akhirnya dipilihlah nama Aisyiyah sebagai organisasi Islam bagi kaum wanita. Tepat pada malam peringatan Isra ’ Mi ’raj Nabi Muhammad SAW pada 22 April 1917, organisasi tersebut resmi didirikan. Siti Bariyah kemudian tampil sebagai ketuanya. Lima tahun setelah di dirikan, Aisyiyah resmi menjadi bagian dari Muhammadiyah.
Nyai Dahlan memilih mengajari masyarakat dengan karya nyata. Beliau membuka asrama dan sekolah – sekolah puteri dan mengadakan kursus – kursus pelajaran Islam dan pemberantasan buta huruf bagi kaum perempuan. Disamping itu, beliau juga mendirikan rumah – rumah miskin dan anak yatim perempuan dan juga menerbitkan majalah bagi kaum wanita.
Ia bersama-sama dengan pengurus Aisyiyah, sering mengadakan perjalanan ke luar daerah sampai ke pelosok desa untuk menyebarluaskan ide-idenya. Ia pun kerap mendatangi cabang-cabang Aisyiyah seperti Boyolali, Purwokerto, Pasuruan, Malang, Kepanjen, Ponorogo, Madiun, dan sebagainya. Karenanya, meski tidak duduk dalam pengurus Aisyiyah, organisasi itu menganggap Nyai A Dahlan adalah Ibu Aisiyah dan juga Ibu Muhammadiyah.
Nyai Ahmad Dahlan kemudian wafat pada tanggal 31 Mei 1946 pada usia 74 tahun. Untuk menghormati jasa-jasanya dalam menyebarluaskan Agama Islam dan mendidik perempuan, pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.042/TK/1971 menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Nyai Hj. Ahmad Dahlan.
Baca Juga :