Biografi Raden Saleh Sjarif Boestaman Pelukis Indonesia

Posted on

Biografi Raden Saleh Sjarif Boestaman Pelukis Indonesia

 Raden Saleh – Raden Saleh Sjarif Boestaman merupakan seorang  pelopor seni lukis modern Hindia Belanda ( Indonesia ). Semasa  hidupnya, karya lukisan beliau  adalah perpaduan dari Romantisisme yang ketika itu sedang populer di Eropa.  Raden Saleh dilahirkan pada tahun 1807, beliau  di lahrikan dalam sebuah keluarga Jawa ningrat. Ayah beliau  bernama Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja, yang merupakan seorang keturunan Arab sedangkan ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen.

Ketika  berusia 10 tahun, Raden Saleh di rawat oleh paman nya yang ketika  itu menjabat sebagai Bupati di Semarang. Bakat nya dalam menggambar mulai menonjol ketika beliau  bersekolah di Volks School. Beliau  di kenal ramah serta mudah bergaul sehingga memudahkan beliau  untuk menyesuaikan diri terhadap  lingkungan orang Belanda serta  lembaga – lembaga Elite Hindia Belanda. Seorang kenalan nya yang bernama Prof. Caspar Reinwardt, yang merupakan seorang pendiri Kebun Raya Bogor dan  sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan juga  pulau di  sekitarnya, menilai bahwa beliau  pantas untuk mendapatkan ikatan dinas di departemen nya.

Raden Saleh Sjarif Boestaman Pelukis Indonesia Dalam instansi tersebut terdapat  seorang pelukis keturunan Belgia, A.A.J Payen yang di datangkan langsung dari Belanda untuk membuat sebuah  lukisan pemandangan di Pulau Jawa sebagai  hiasan kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Melihat bakat serta kemampuan yang di miliki oleh Raden Saleh, Payen tertarik untuk memberikan bimbingan kepadanya. Di dalam kalangan para ahli seni lukis di Belanda, Payen tidak terlalu menonjol. Akan tetapi  bimbingan nya sangat membantu Raden Saleh dalam mendalami seni lukis Barat. Payen juga pernah mengajak Raden dalam perjalanan dinas keliling Jawa guna mencari model pemandangan untuk lukisan. Dalam perjalanan beliau  tersebut, Payen memberikan tugas kepada Raden untuk melukis tipe – tipe orang Indonesia di daerah yang pernah beliau  singgahi.

Payen kagum dengan bakat serta kemampuan yang dimiliki oleh Saleh. Payen mengusulkan agar Saleh dapat  belajar ke Belanda. Usulannya tersebut di dukung oleh Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen yang memerintah dalam  jangka waktu tahun 1819 – 1826. Pada tahun 1829, bersamaan dengan pecahnya perlawanan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Capellen membiayai Raden untuk belajar ke Belanda. Keberangkatan Raden Saleh ke Belanda tidak hanya untuk belajar seni lukis saja , namun juga  memiliki misi lain yang tertulis dalam sebuah surat. Di dalam surat tersebut seorang pejabat tinggi Belanda untuk Departemen van Kolonieen tertulis, selama dalam perjalanan ke Belanda Raden Saleh bertugas untuk mengajari Inspektur Keuangan Belanda de Linge mengenai  adat ­  istiadat dan juga  kebiasaan orang Jawa, Bahasa Jawa, serta  Bahasa Melayu.

Dua tahun pertamanya saat di Belanda digunakan oleh Raden Saleh untuk belajar bahasa Belanda. g Beliau  dibimbing oleh Cornelis Kruseman dan juga  Andries Schelfhout. Karya – karya mereka memenuhi selera serta  mutu rasa seni orang Belanda ketika itu. Pada  seni lukis potret beliau  belajar dari Cronelis Kruseman sedangkan beliau  belajar  tentang tema pemandangan dari Andries Schelfhout.

Kemudian Raden Saleh semakin yakin untuk menjadikan seni lukis sebagai jalur hidupnya. Kemudian beliau  mulai di kenal dan memiliki kesempatan untuk mengikuti pameran di Den Haag serta Amsterdam. Ketika  melihat karya lukisan Raden Saleh , masyarakat Belanda tidak menyangka bahwa seorang pelukis dari Hindia Belanda mampu menguasai teknik seni lukis Barat. Setelah masa belajar nya di Belanda selesai ,  selanjutnya Raden Saleh mengajukan permohonan supaya  bisa  tinggal lebih lama untuk belajar Wis, Land, Meet en Wektuigkunde ( Ilmu Pasti, Ukur Tanah, dan Pesawat ). Perundingan yang dilakukan oleh Menteri Jajahan, Raja Williem dengan pemerintah Hindia Belanda menghasilkan keputusan bahwa Raden Saleh boleh menangguhkan kepulangan nya ke Indonesia, akan tetapi  beasiswa yang diberikan oleh pemerintah Belanda di hentikan.

Raden Saleh memperoleh  dukungan dari pemerintah Belanda yang ketika itu dalam masa pemerintahan Raja Williem II tahun 1792 – 1849.  Beberapa tahun kemudian beliau  dikirim ke luar negeri untuk menambah ilmu di Dresden, Jerman. Beliau tinggal disana selama lima tahun dengan status tamu kehormatan Kerjaan Jerman, dan diteruskan ke Weimar, Jerman pada tahun 1843. Beliau  kembali ke Belanda pada tahun 1844 kemudian  beliau bertugas menjadi pelukis istana di Kerajaan Belanda.

Pada tahun 1844, Saleh tinggal dan juga  berkarya di Perancis. Aliran romantisme ketika itu tengah berkembang di Eropa sejak awal abad ke  19. Sejak saat itu ciri – ciri dari lukisan romantisme muncul dalam karya lukisan – lukisan nya.  Wawasan serta pengetahuan  seninya pun semakin berkembang seiring dengan kekaguman nya terhadap  karya tokoh romantisme Ferdinand Victor  tahun 1872, Eugene Delacroix ( 1798 ­ 1863 ), seorang pelukis Perancis legendaris.  Raden Saleh menjadi saksi mata atas revolusi  yang terjadi pada Februari 1848 di Paris, yang mau tidak mau mempengaruhi dirinya. Dari Perancis, beliau bersama dengan seorang  pelukis Perancis kenamaan, yaitu  Horace Vernet, pergi  ke Aljazair untuk tinggal selama beberapa bulan pada tahun 1846. Saleh memutuskan untuk terjun ke dunia pelukisan hewan yang di pertemukan dengan sifat agresif dari  manusia.pada  kawasan inilah lahir ilham untuk melukis kehidupan satwa yang ada di padang pasir.

Karya – karya lukisan dari Raden Saleh menyindir  mengenai sifat nafsu yang ada pada diri  manusia yang terus mengganggu kehidupan makhluk lain . Dalam membuat sebuah karya, beliau  tidak segan – segan untuk mengembara ke berbagai tempat supaya beliau bisa  menghayati unsur – unsur dramatis yang beliau  perlukan. Dari pengamatan beliau  tersebut membuahkan sejumlah lukisan perkelahian satwa buas dalam bentuk pigura-pigura yang  besar. Negeri lain yang beliau  kunjungi adalah Italia dan Australia . Pengembaraan beliau  di Eropa berakhir pada  tahun 1851 pada saat beliau  pulang ke Hindia bersama istrinya yang merupakan seorang  wanita Belanda yang kaya raya.

Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh

Hidup di Eropa membuat beliau  memperoleh  didikan ala Barat, Saleh adalah  sosok yang menjunjung tinggi idealisme kebebasan serta  kemerdekaan sehingga beliau  sangat menentang penindasan. Pemikirannya tersebut  beliau  gambarkan melalui  sebuah lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro oleh pemerintah kolonial Belanda yang menggambarkan peristiwa pengkhianatan dari pihak Belanda terhadap Pangeran Diponegoro yang mengakhiri Perang Jawa pada tahun 1830. Lukisan tersebut selesai dibuat oleh beliau  pada tahun 1857.  Karya beliau  tersebut serupa dengan karya Nicollas Pieneman pada tahun 1835, akan tetapi  Raden Saleh memberikan  tafsiran yang berbeda pada lukisan nya. Karya  Pieneman lebih menekankan pada peristiwa menyerah nya Pangeran Diponegoro. Dengan  latar belakang, Jenderal De Kock yang  berdiri dengan  bertolak pinggang . Dalam lukisan   Raden Saleh, Pangeran Diponegoro beserta para  pengikutnya datang dengan niat yang  baik, akan tetapi  perundingan gagal akhirnya membuat  Diponegoro ditangkap oleh Jenderal De Kock.

Diduga Raden Saleh melihat lukisan Pieneman tersebut ketika beliau  tinggal di Eropa. Seakan tidak setuju dengan gambaran Pieneman, Raden kemudian memberikan sejumlah perubahan yang  signifikan pada lukisan versinya.  Setelah selesai di lukis pada tahun 1857, Saleh mempersembahkan lukisan nya tersebut  kepada Raja Willem III di Den Haag. Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro tersebut baru pulang ke Indonesia pada tahun 1978. Kepulangan lukisan tersebut merupakan perwujudan atas  janji kebudayaan antara Indonesia dan Belanda pada tahun 1969, mengenai  kategori pengembalian kebudayaan milik Indonesia yang diambil, dipinjam, dan juga  dipindah tangan ke Belanda pada masa yang lampau.

Lukisan Penangkapan Diponegoro tersebut tidak termasuk dalam ketiga kategori tersebut, karena sejak awal Raden  Saleh sudah memberikannya kepada Raja Belanda dan tidak pernah dimiliki oleh  Indonesia. Lukisan tersebut pada akhirnya diberikan sebagai hadiah dari Istana Kerajaan Belanda kemudian sekarang dipajang di Istana Negara, Jakarta. Setelah kembali tinggal di Hindia Belanda, Raden Saleh ditunjuk  sebagai konservator pada Lembaga ” Kumpulan Koleksi Benda – Benda Seni “. Meskipun  beliau menjalani profesi sebagai seorang konservator, namun beliau masih tetap menghasilkan karya-karya  berupa lukisan potret keluarga keraton dan juga lukisan  pemandangan.

Raden Saleh selanjutnya  bercerai dengan istri pertamanya,  pada  tahun 1867, kemudian  Raden Saleh menikah dengan seorang gadis yang berasal  dari keluarga ningrat keturunan Kraton Yogyakarta yang bernama Raden Ayu Danudirja. Setelah menikah, beliau  tinggal di Jakarta yaitu di kawasan Cikini.

Raden Saleh menyerahkan sebagian dari halaman rumahnya yang sangat luas kepada pengurus kebun binatang. Kini kebun binatang tersebut menjadi Taman Ismail Marzuki. Sedangkan rumah beliau  digunakan sebagai Rumah Sakit Cikini, Jakarta. Pada tahun 1875, Raden Saleh bersama istri tercinta, berangkat lagi ke Eropa dan baru kembali ke Jawa setelah  tiga tahun kemudian. Setelah itu, beliau  tinggal di Bogor dengan menyewa sebuah rumah yang terletak dekat dengan  Kebun Raya Bogor.

Pada tanggal  23 April 1880, Raden Saleh meninggal dunia. Menurut  dari hasil dari pemeriksaan Dokter, beliau  meninggal dunia karena trombosis atau pembekuan darah. Beliau kemudian  di makamkan di TPU Bondongan, Bogor Jawa Barat. Pada  nisan makamnya tertulis ” Raden Saleh Djoeroegambar dari Sri Padoeka Kandjeng Radja Wolanda “, kalimat tersebut  sering melahirkan banyak tafsir yang memancing  perdebatan yang berkepanjangan mengenai visi kebangsaan Raden Saleh. Sesudah  kematiannya, 3 bulan kemudian tepanya pada tanggal  31 Juli 1880, Raden Ayu Danudirja, istrinya juga  meninggal dunia.

Galeri Karya

  • Potret Herman Willem Daendels ,tahun  1838
  • Potret Van den Bosch, Rijksmuseum, Amsterdam , tahun 1836
  • Potret Jean Chrétien Baud , tahun 1835
  • Pemandangan Jawa dengan Harimau yang Mendengarkan Suara Pengembara , tahun 1849
  • Penangkapan Pangeran Diponegoro , tahun 1857
  • Enam Pengendara Kuda Mengejar Rusa , tahun 1860
  • Perburuan Rusa, Mesdag Museum, The Hague , tahun 1846
  • Sebuah Banjir di Jawa  , tahun 1865 – 1875
  • Stasiun Pos Jawa , tahun 1876
  • Pemandangan Musim Dingin , tahun 1830

Penghargaan

Pada tahun 1883, untuk memperingati tiga tahun dari kepergian nya, lukisan – lukisan beliau  dipamerkan di Amsterdam, Belanda. Lukisan yang dipamerkan tersebut  berjudul Hutan Terbakar, Berburu Kerbau di Jawa, dan juga  Penangkapan Pangeran Diponegoro. Lukisan – lukisan tersebut dikirimkan antara lain oleh Radja Willem III serta Pangeran Van Saksen Coburg ­ Gotha.

Perjalan hidup dari Raden Saleh pernah diangkat oleh seorang penulis yang bernama  Lev Dyomin, Zagadocny Princ, dalam sebuah buku yang di cetak oleh penerbit Rusia yang berjudul “ Raden Saleh Ego Wremya “ ( Pangeran Ajain, Raden Saleh dan Zamannya ). Pada  masa itu pertengahan abad ke – 19, dunia seni lukis para bumi putera masih mengacu pada gaya tradisional yang berkembang pada  daerah – daerah yangmana sebagian besar menyimpan potensi dekoratif.

Banyak pejabat dan juga bangsawan Eropa yang mengagumi sosok Raden Saleh. Hasil karya lukisan beliau  dipesan oleh tokoh – tokoh seperti bangsawan Sachsen Coburg – Gotha, keluarga Ratu Victoria, serta sejumlah gubernur jenderal seperti Johannes van den Bosch, Jean Chretien Baud, dan Herman Willem Daendels. Tidak sedikit  yang menganugerahi beliau  tanda penghargaan, di antaranya terdapat bintang “  Ridder der Orde van de Eikenkoon “  ( R.E.K ), “ Commandeur mer de ster der Frans Joseph Orde “ ( C.F.J ), “ Ksatria Orde Mahkota Prusia “  ( R.K.P. ), serta “  Ridder van de Witte Valk “ ( R.W.V. )

Penghargaan yang diberikan  dari pemerintah Indonesia  pada tahun 1969 melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan secara anumerta, berupa sebuah Piagam Anugerah Seni sebagai Perintis Seni Lukis di Indonesia. Wujud perhatian yang lainnya adalah, pembangunan ulang makam nya di Bogor yang dilakukan oleh Ir. Silaban atas perintah dari Presiden Soekarno, serta sejumlah lukisan nya dipakai untuk ilustrasi benda berharga negara, seperti pada akhir tahun 1967, PTT mengeluarkan perangko seri Raden Saleh dengan reproduksi dua lukisan nya yang  bergambar binatang buas yang sedang berkelahi.

 

Baca Juga :