Biografi Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga – Beliau mempunyai nama aslinya Joko Said yang di lahirkan sekitar pada tahun 1450 M. Ayah beliau adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban. Arya Wilatikta tersebut adalah merupakan keturunan dari pemberontak legendaris Majapahit, Ronggolawe. Riwayat masyhur mengatakan bahwa Adipati Arya Wilatikta telah memeluk agama Islam sejak sebelum lahirnya Joko Said. Akan tetapi sebagai seorang muslim, ia dikenal kejam dan juga sangat taklid terhadap pemerintahan pusat Majapahit yang menganut Agama Hindu. Ia juga menetapkan pajak yang tinggi kepada rakyat. Joko Said muda yang tidak setuju dengan segala kebijakan Ayahnya sebagai seorang Adipati yang sering membangkang terhadap kebijakan – kebijakan ayah nya.
Pembangkangan Joko Said terhadap ayahnya mencapai puncaknya ketika beliau membongkar lumbung kadipaten lalu membagi – bagikan padi dari dalam lumbung tersebut kepada rakyat Tuban yang ketika itu sedang dalam keadaan kelaparan akibat kemarau yang panjang. Karena tindakannya tersebut , Ayahnya kemudian menggelar sidang yang di adakan untuk mengadili Joko Said serta menanyakan alasan dari perbuatannya tersebut . Kesempatan tersebut tidak di sia – siakan oleh Joko Said untuk mengatakan kepada ayahnya bahwa, karena alasan ajaran agama, beliau sangat menentang kebijakan ayahnya untuk menumpuk makanan di dalam lumbung sementara itu rakyatnya hidup dalam keadaan kemiskinan dan juga kelaparan.
Ayahnya tidak bisa menerima alasannya tersebut karena menganggap bahwa Joko Said ingin mengguruinya dalam masalah agama. Karena hal tersebut , Ayahnya lalu mengusir nya keluar dari istana kadipaten sambil mengatakan bahwa beliau baru boleh pulang apabila sudah mampu menggetarkan seisi Tuban dengan bacaan ayat – ayat suci Al-Qur’an. Maksud dari kaliamat menggetarkan seisi Tuban tersebut adalah apabila beliau sudah mempunyai banyak ilmu agama dan juga di kenal luas oleh masyarakat karena ilmunya.
Riwayat masyhur selanjutnya menceritakan bahwa setelah di usir dari istana kadipaten, Joko Said kemudian berubah menjadi seorang perampok yang terkenal dan juga di takutiyang ada di kawasan Jawa Timur. Sebagai seorang perampok, Joko Said selalu memilih korban nya secara seksama. Beliau hanya merampok orang kaya yang tidak mau mengeluarkan zakat dan juga sedekah. Hasil rampokannya tersebut , sebagian besarnya selalu beliau bagi – bagikan kepada orang miskin. Di perkirakan ketika menjadi seorang perampok inilah, beliau diberi gelar “ Lokajaya “ yang artinya kurang lebih “ Perampok Budiman “.
Akan tetapi semuanya berubah ketika Lokajaya alias Joko Said bertemu dengan seorang ulama , yaitu Syekh Maulana Makhdum Ibrahim alias Sunan Bonang. Sunan Bonang tersebutlah yang selanjutnya mernyadarkan beliau bahwa perbuatan baik tidak bisa di awali dengan perbuatan sehingga Joko Said alias Lokajaya bertobat dan berhenti menjadi seorang perampok. Joko Said selanjutnya berguru kepada Sunan Bonang hingga pada akhirnya di kenal sebagai ulama dengan gelar “ Sunan Kalijaga “.
Da’wah Sunan Kalijaga adalah Da’wah Islam, Bukan Da’wah Kejawen atau Sufi-Pantheistik
Riwayat masyhur mengisahkan bahwa masa hidup Sunan Kalijaga di perkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Hal ini berarti bahwa beliau mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit yaitu pada tahun 1478, Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon, Kesultanan Banten, bahkan sampai hingga Kerajaan Pajang ( lahir pada 1546 ) serta pada awal kehadiran Kerajaan Mataram. Jika riwayat ini benar, maka kehidupan Sunan Kalijaga adalah merupakan sebuah masa kehidupan yang panjang.
Manuskrip – manuskrip dan juga babad – babad tua ternyata hanya menyebut – nyebut nama beliau hingga pada zaman Kesultanan Cirebon saja, yaitu hingga ketika beliau bermukim di dusun Kalijaga. Pada kisah – kisah pendirian Kerajaan Pajang oleh Jaka Tingkir serta Kerajaan Mataram oleh Panembahan Senopati, namanya tidak lagi di sebut – sebut. Logikanya adalah, jika ketika itu beliau masih hidup, maka tentunya beliau akan di libatkan dalam masalah imamah yang ada di Pulau Jawa karena pengaruhnya yang luas di tengah masyarakat Jawa.
Fakta menunjukan bahwa makam nya berada di Kadilangu, dekat Demak, bukan di Pajang atau di kawasan Mataram ( Yogyakarta dan sekitarnya ) tempat – tempat di mana Kejawen tumbuh subur. Riwayat – riwayat yang batil banyak menceritakan kisah – kisah aneh mengenai Sunan Kalijaga selain kisah pertapaan sepuluh tahunnya di tepi sungai. Beberapa kisah aneh tersebut antara lain, bahwa beliau bisa terbang, dapat menurunkan hujan dengan hentakan kaki, mengurung petir bernama Ki Ageng Selo didalam Masjid Demak dan juga kisah – kisah lain.
Ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dan berbau Hindu – Budha serta Kejawen. Padahal fakta mengenai kehidupan Sunan Kalijaga adalah Da ’ wah dan Syi ’ ar Islam yang indah. Bukti nya sangat banyak sekali. Sunan Kalijaga merupakan perancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan juga Masjid Agung Demak.
Paham keagamaan Sunan Kalijaga merupakan salafi dan bukan sufi – panteistik ala Kejawen yang bermottokan “ Manunggaling Kawula Gusti “ . Hal ini terbukti dari sikap tegas beliau yang ikut berada dalam barisan Sunan Giri ketika terjadi sengketa dalam masalah kekafiran Syekh Siti Jenar dengan ajaran nya yang bahwa manusia dan Tuhan bersatu dalam zat yang sama.
Kesenian serta kebudayaan hanyalah sarana yang dipilih oleh Sunan Kalijaga dalam berdakwah. Beliau memang sangat toleran terhadap budaya lokal. Akan tetapi beliau pun mempunyai sikap tegas dalam masalah akidah. Selama budaya masih bersifat transitif dan juga tidak bertentangan dengan ajaran Islam, beliau menerimanya. Wayang beber kuno ala Jawa yang mencitrakan gambar manusia secara detail kemudian di rubahnya menjadi wayang kulit yang samar serta tidak terlalu mirip dengan citra manusia, karena pengetahuannya bahwa menggambar serta mencitrakan sesuatu yang mirip dengan manusia dalam ajaran Islam adalah haram hukumnya.
Cerita yang berkembang mengisahkan bahwa beliau kerap bepergian keluar masuk kampung hanya untuk menggelar pertunjukan wayang kulit dan beliau sendiri sebagai dalangnya. Semua yang menyaksikan pertunjukan wayang kuliatnya tidak di mintai bayaran, akan tetapi hanya di minta mengucap dua kalimah syahadat. Beliau berpendapat bahwa masyarakat harus didekati dengan secara bertahap.
Beliau menggubah sendiri lakon – lakonnya, seperti Layang Kalimasada, Lakon Petruk Jadi Raja yang semuanya mempunyai ruh Islam yang kuat. Karakter – karakter wayang yang di bawakannyapun beliau tambah dengan karakter – karakter baru yang mempunyai nafas Islam. Seperti , karakter Punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan juga Gareng merupakan karakter yang sarat dengan unsur Keislaman.
Seni ukir, wayang, gamelan, baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, dan juga seni suara suluk yang di ciptakan oleh beliau adalah merupakan sarana dakwah semata, bukan hanya budaya yang perlu di tradisikan sehingga berkarat dalam kalbu dan juga dinilai sebagai ibadah mahdhah. Beliau juga memandang semua itu sebagai suatu metode semata, metode dakwah yang sangat efektif pada zamannya.
Secara filosofis, hal tersebut sama dengan da ’ wah Rasulullah SAW yang mengandalkan keindahan syair Al Qur’an sebagai sebuah metode da’wah yang efektif dalam menaklukkan hati suku – suku Arab yang gemar berdeklamasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebiasaan keluar masuk kampung serta memberikan hiburan gratis pada rakyat, dengan melalui berbagai pertunjukan senipun mempunyai nilai filosofi yang sama dengan kegiatan yang biasa di lakukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab r.a. yang sering keluar masuk perkampungan guna memantau umat serta memberikan hiburan secara langsung kepada rakyat yang membutuhkan nya
Persamaan tersebut memperkuat bukti bahwa Sunan Kalijaga merupakan pemimpin umat yang mempunyai karakter, ciri, serta sifat kepemimpinan yang biasa di miliki oleh para pemimpin Islam sejati, dan bukan ahli Kejawen.
Baca Juga :