Profil Niluh Djelantik – Designer Sepatu Sukses Asal Indonesia
Nama Lengkap : | Niluh Putu Ary Pertami Djelantik |
Tempat Lahir : | Bangli , Indonesia |
Tanggal Lahir : | 15 Juni 1975 |
Profesi : | Pengusaha , Perancang Sepatu |
Riwayat Masa Kecil
Niluh Putu Ary Pertami Djelantik, atau yang lebih dikenal dengan nama Niluh Djelantik, merupakan seorang pengusaha dan juga sekaligus perancang sepatu Handmade kulit asal Bali dengan merk Niluh Djelantik. Ia dilahirkan di Bangli, pada tanggal 15 Juni 1975.
Berasal dari keluarga yang sederhana, ia tinggal bersama dengan beberapa anggota keluarga lain seperti sepupu, paman, bibi, kakek, dan juga nenek di sebuah kamar kontrakan yang berada di Denpasar. Keluarganya menghidupi diri dengan berjualan di sebuah pasar yang berada di daerah Denpasar yang tidak jauh dari kamar kontrakan tempat tinggalnya.
Meskipun masih belia, ia sudah bekerja sambilan di Toko Buku Abadi, membantu pemilik toko tersebut untuk menjaga toko. Sebagai imbalan, ia diperbolehkan membaca buku – buku yang berada disana, dan juga diperbolehkan untuk membawa pulang buku serta majalah yang tidak terjual.
Tidak hanya itu saja. Ia juga kerap kali membantu anggota keluarganya untuk berjualan di pasar sepulang sekolah. Terkadang ia juga membantu tetangganya yang juga berjualan di pasar dan mempunyai lapak yang tidak jauh dari milik keluarganya dengan imbalan diberikan pakaian gratis dari barang dagangan.
Awal Karir
Hingga pada tahun 1994, ia untuk pertama kalinya hijrah ke Jakarta dan menimba ilmu di Universitas Gunadarma jurusan manajemen keuangan. Angan-angannya untuk mempunyai sepatu yang pas di kaki masih membara lantaran sejak kecil ibunya tidak mempunyai cukup uang untuk membelikannya sepatu yang pas.
Ibunya selalu membelikan sepatu sekolah dengan ukuran yang lebih besar dari ukuran kakinya, sehingga sepatu tersebut baru terasa pas di kaki disaat sudah rusak.
Sambil berkuliah, ia menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja sampingan di sebuah perusahaan tekstil asal Swiss sebagai operator telepon. Gaji pertamanya pada saat bekerja sampingan di Jakarta ia gunakan untuk membeli sepasang sepatu di Blok M.
Ia berhasil memperoleh sepatu yang pas dan sesuai dengan ukuran kakinya, akan tetapi ternyata bahan sepatu tersebut tidak nyaman untuk digunakan. Seiring dengan kerja kerasnya dan membaiknya kondisi keuangannya, ia akhirnya berhasil memperoleh sepatu yang pas dan nyaman di kakinya.
Kehidupannya yang aman dan tentram di Jakarta mulai terusik di saat hiruk pikuk krisis moneter menyergap ibu kota. Niluh mulai merasakan ketidak nyamanan hingga sang ibu menyarankannya untuk kembali ke kampung halaman pada tahun 2001.
Sekembalinya ia ke Bali, ia memperoleh tawaran pekerjaan di sebuah perusahaan fesyen milik Amerika Serikat, Paul Ropp. Ia dipercaya untuk memegang jabatan direktur pemasaran serta perusahaan tersebut terbilang sukses karena penjualan meningkat sebesar 330% dan juga butik berhasil dibuka di sepuluh tempat pada tahun pertama di tahun 2002.
Sang ibu sempat menawarkan dirinya untuk membeli sebuah pabrik kecil milik teman ibunya yang akan bangkrut. Akan tetapi rencana tersebut tertunda karena ia ingin konsentrasi pada karirnya di Paul Ropp. Pada tahun 2003, Niluh jatuh sakit pada saat sedang melakukan perjalanan bisnis ke New York.
Dokter menyarankannya untuk tidak melakukan perjalanan jauh dalam kurun waktu enam bulan, padahal banyak pekerjaan yang menuntutnya untuk melakukan perjalanan bisnis jarak jauh. Seketika ia dilema untuk memilih tetap tinggal di New York atau kembali ke Bali.
Hingga pada akhirnya, ia harus meletakkan jabatannya sebagai Direktur Pemasaran di New York dan pulang untuk menetap di Bali.
Lahirnya Nilou
Pada saat memutuskan untuk kembali dan menetap di Bali, Niluh terbayang – bayang oleh obsesi masa lalunya akan sepatu. Dibandingkan item fesyenyang lain seperti tas, pakaian, aksesoris, ia lebih terobsesi untuk mengkoleksi alas kaki, akunya.
Ia menginginkan sepatu yanvbertumit setinggi 8-12 cm yang nyaman untuk digunakan hingga berjam- jam, yang akhirnya melahirkan merk dagang sepatu Nilou, pelafalan slang Niluh di lidah bule.
Pada awal pendiriannya, Nilou hanya dapat menghasilkan satu desain sepatu dalam waktu dua bulan. Berdiskusi dengan para pengrajin adalah waktu yang paling lama di habiskan untuk membuat sepasang desain. Penggemar sepatu Christian Louboutin dan Manolo Blahnik biasanya menunjukkan salah satu sepatu mahal koleksinya kepada para pengrajin untuk dibuatkan yang lebih bagus.
Sejak awal mendirikan bisnis sepatu tersebut , ia berfokus pada sepatu berbahan kulit yang dikerjakan dengan tangan untuk menjaga kualitasnya. Hal tersebut yang menyebabkan ia sangat peduli terhadap proses pembuatan, sehingga satu pengrajin dibebankan tanggung jawab untuk menyelesaikan sepasang sepatu, mulai dari memotong bahan, menjahit, hingga sampai membentuk hak sepatu.
Oleh karena itu, ia dapat membedakan secara kasat mata setiap gaya pengrajin sepatunya pada desain-desain sepatu yang sudah dibuatnya.
Target pasarnya pun sejak awal sudah membidik kaum kalangan menengah keatas karena harga yang dibanderol untuk sepasang sepatu tidaklah murah, hingga mencapai 4 juta rupiah untuk sepasang sepatu. Untuk pemasaran ia dibantu oleh sang suami yang berkewarganegaraan asing, akan tetapi mempunyai bisnis distribusi produk Indonesia ke Eropa.
Koleksi pertama Nilou tidak disangka-sangka laris manis di Perancis. Ia kebanjiran pesanan sebanyak 4.000 pasang sepatu. Pada tahun 2004, ia meneken kontrak kerjasama outsourcedari jaringan ritel Topshop yang berpusat di Inggris. Pintu perdagangan Nilou ke Eropa semakin terbuka lebar.
Di tahun yang sama, seorang yang bernama Sally Power yang berasal dari negeri kangguru terpikat dengan sepatu rancangan Niluh dan menawarkan diri untuk memasarkan di Australia. Disamping itu, di saat yang sama, seorang desainer internasional yang berproduksi atau mencari inspirasi di Bali ikut menggunakan produknya.
Dari situ Niluh bisa berhubungan secara profesional dengan berbagai desainer internasional ternama seperti Nicola Finetti, Jessie Hill, Shakuhachi, dan Tristan Blair.
Sejumlah selebriti Hollywood papan atas pun menambah jejeran penggemar sepatu Nilou seperti Uma Thurman, Paris Hilton, GiseleBundchen, Tara Reid, dan RobynGibson.
Sepatu tersebut dengan cepat melebarkan sayap dan berhasil menempatkan diri di ratusan etalase di 20 negara di dunia, selain di kantor pusatnya di Bali. Untuk memenuhi permintaan tersebut, ia dibantu oleh 22 pengrajin yang sudah menjadi karyawan tetap dan 3 asisten kepercayaan.
Pada tahun 2007 ditengah kejayaan merk Nilou, ia memperoleh tawaran yaang menggiurkan dari agen Perancis dan Australia untuk memperluas jangkauan pasarnya, asalkan Nilou diproduksi secara massal di China dengan iming-iming sejumlah besar saham.
Dengan tegas ia menolak tawaran tersebut, karena tidak ingin sepatu yang dihasilkannya dari kerja kerasnya selama empat tahun di gudang kerja oleh buatan tangan tergantikan oleh mesin. Akan tetapi keputusan tersebut ternyata menjadi bumerang sendiri bagi bisnisnya.
Diam-diam rekanan kerjanya tersebut sudah mempatenkan merk dagang Nilou, hingga kongsi bisnis tersebut akhirnya pecah.
Kebangkitan Niluh Djelantik
Nilou yang sudah tumbuh bersamanya selama empat tahun harus di bunuh karena luput untuk di patenkan. Tidak mau berlarut dalam kesulitan, ia kembali fokus mendesain sepatu untuk desainer asing.
Kali ini ia tidak ingin kehilangan merk dagangnya. Ia meminta izin untuk menggunakan nama marga keluarga sebagai merk dagangnya, yaitu “ Niluh Djelantik” seperti yang sudah kita kenal sekarang. Merk tersebut langsung dipatenkannya pada tahun 2008.
Setahun kemudian, pada tahun 2009, sepatu hak tinggi rancangannya kembali melanglang buana ke mancanegara. Bahkan produknya kembali memikat salah satu aktris Hollywood ternama yaitu Julia Roberts, yang berkesempatan untuk bertandang ke Bali dalam rangka syuting film Eat, Pray, Love.
Pada tahun 2011, Niluh Djelantik mampu menembus retailer Eropa terkemuka, Globus Switzerland, serta bekerja sama dengan retailer di Rusia untuk memasarkan produknya di negeri Vladimir Putin tersebut.
Ia memperoleh penghargaan Best Fashion Brand &Designer The Yak Awards pada tahun 2010 atas konsistensi dan juga kerja kerasnya di industri fesyen sepatu. Ia juga pernah di nominasikan oleh Ernst & Young dalam ajang Ernst & Young Entrepreneurial WinningWomen 2012 Awards.
Sejak tahun 2012 hingga kini, ia memutuskan untuk mundur dari merk internasional untuk fokus melayani pelanggan individual dan menaikkan pamor citra merk Niluh Djelantik. Untuk menyukseskan hal tersebut, maka ia memfokuskan diri untuk melakukan pemasaran di dalam negeri dengan membuka toko di Denpasar dan juga Jakarta.
Awal tahun 2018 silam, Niluh mengumumkan diri kepada pers akan bergabung ke salah satu partai di Indonesia dan bersiap untuk mencalonkan diri di bursa legislatif pada tahun 2019 mendatang. Ia terinspirasi dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk terjun ke dalam dunia politik demi memajukan Indonesia.
Baca Juga :